B-Nike, Ketika Ikan Nike Disulap Jadi Senjata Melawan Stunting di Gorontalo

Table of Contents
B-nike biskuit nike
Gambar : @biskuitnike

Pagi baru saja merekah di pesisir Gorontalo. Kabut tipis masih menggantung di atas permukaan laut ketika kerumunan warga mulai berdatangan ke tepi pantai. 

Bukan untuk berlibur atau menikmati matahari terbit, melainkan untuk menyambut tamu tahunan yang sangat dinantikan yaitu ikan nike.

Setiap kali musimnya tiba, ikan nike muncul dalam jumlah luar biasa banyaknya. Tubuhnya bening keperakan, dan gerombolannya tampak seperti butiran perak yang bergerak bersinar di bawah air.

Bentuknya mungil mirip teri. Namun jangan tertipu! Walau ukurannya tak lebih besar dari jari kelingking, dibalik tubuh kecilnya itu ikan nike menyimpan gizi yang luar biasa.

Dalam keadaan fresh, tubuhnya mengandung sekitar 70 persen air, 16 persen protein, plus kalsium, fosfor, zinc, hingga zat besi. Semua nutrisi yang sangat dibutuhkan anak-anak untuk tumbuh kuat dan cerdas.

Sayangnya, dibalik keceriaan itu, ada ironi besar yang tak terlihat oleh mata telanjang. Sebab di tanah yang memiliki sumber protein melimpah seperti ini, angka stunting ternyata masih tinggi. 

Ironi di Tengah Kelimpahan Gizi

Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023 menunjukkan bahwa angka stunting nasional berada di kisaran 21,5 persen. 

Pemerintah menargetkan angka itu turun menjadi 14 persen pada 2024, namun beberapa daerah masih tertinggal dalam upaya ini. Salah satunya Provinsi Gorontalo, yang dalam beberapa tahun terakhir angka stuntingnya tercatat di atas 25 % di beberapa kabupaten.

Stunting bukan sekadar istilah medis melainkan kondisi di mana anak gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan.

Dampaknya bukan hanya tubuh yang lebih pendek dari seharusnya. Anak yang mengalami stunting juga berisiko memiliki daya tahan tubuh lemah, keterlambatan perkembangan kognitif, hingga turunnya kemampuan belajar dan produktivitas di masa depan.

Dengan kata lain, stunting bukan hanya menghambat pertumbuhan tubuh tetapi juga bisa memutus masa depan generasi.

Pertanyaan besar yang muncul kemudian. Bagaimana mungkin daerah yang kaya sumber pangan bergizi seperti Gorontalo masih menghadapi masalah kekurangan gizi? 

Keresahan yang Melahirkan Inovasi

Pertanyaan itulah yang terus menghantui pikiran Yowan Moha, seorang mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG). 

Setiap kali pulang ke kampung halamannya dan melihat musim ikan nike tiba, ia merasakan kegembiraan khas masyarakat pesisir. Namun bersamaan dengan itu, ia juga menyimpan kegelisahan. 
“Ikan nike di sini melimpah tapi kenapa masih banyak anak yang kekurangan gizi?” batinnya.
Yowan tahu masalahnya bukan pada ketersediaan makanan, melainkan akses dan bentuknya. Tidak semua anak bisa mengonsumsi ikan nike dalam bentuk utuh.

Balita sering kesulitan mengunyah tulangnya yang kecil. Anak-anak usia dini kadang menolak karena aroma ikan terasa terlalu kuat. Sementara para ibu tidak selalu punya waktu untuk mengolah nike menjadi masakan rumahan.

Maka Yowan dan lima rekannya dari berbagai jurusan, mulai dari keperawatan, perikanan hingga manajemen merumuskan satu ide sederhana namun tak biasa, bagaimana jika ikan nike diubah menjadi biskuit? 

Dari Ide Aneh Menjadi Produk Nyata




Ide itu terdengar aneh pada awalnya. Ikan dan biskuit seolah dua hal yang tidak cocok disatukan. Tapi mereka yakin, gizi tidak harus membosankan, dan makanan sehat tidak selalu harus terasa seperti makanan sehat. 

Dengan tekad itu, Yowan dan keempat kawannya yaitu Ramdan Hunowu, Ramdan Hipi, Junus Buhari Hafid, Widya Puspa Molou, mengajukan proposal ke Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2021. 



Proposal tersebut diterima dan mereka resmi memulai eksperimen. Dibimbing oleh dosen Yuniar Mansye Soeli, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.J, mereka mengubah dapur uji kampus menjadi laboratorium inovasi rasa. 

Selama lima hingga enam bulan, mereka mencoba berbagai formula. Setiap kali adonan dipanggang, hasilnya tidak selalu menyenangkan. Ada yang terlalu keras. Ada yang terlalu amis, ada pula yang gosong di luar tapi lembek di dalam. 

Tetapi mereka tidak menyerah. Mereka terus bereksperimen hingga akhirnya menemukan komposisi yang pas, tepung terigu, tepung tapioka, margarin, telur, cokelat bubuk, dan ikan nike yang diolah secara khusus agar gizinya tetap terjaga dan aromanya tidak menyengat. 

Rasanya gurih dengan sentuhan manis, renyah tanpa amis, dan yang terpenting disukai anak-anak. Mereka menamai produk itu B-Nike, akronim dari Biskuit Nike. 

B-Nike, Bukan Sekadar Tugas Kampus 

Setelah rasa berhasil ditaklukkan, tantangan berikutnya adalah kemasan. Mereka tidak ingin B-Nike terlihat seperti hasil eksperimen mahasiswa yang hanya bertahan sementara. 

Mereka ingin B-Nike tampil sebagai produk pangan lokal profesional yang bisa masuk ke pasar luas. Maka desain kemasan dibuat dengan cermat, dilengkapi informasi gizi dan visual menarik. 

Tak hanya itu, mereka juga mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ke Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor IDM001024546. 

Langkah ini menunjukkan bahwa B-Nike bukan sekadar proyek akademik melainkan produk nyata yang siap diperjuangkan. Upaya itu akhirnya membuahkan hasil. 

B-Nike berhasil lolos ke ajang PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) 2021, forum bergengsi bagi mahasiswa inovator se-Indonesia. Mereka juga mendapatkan pendanaan sebesar Rp8,2 juta dari Kementerian Riset dan Teknologi untuk mengembangkan produk lebih jauh.  

Kini, B-Nike sudah mulai dipasarkan ke masyarakat Gorontalo. Tak hanya dijual sebagai camilan sehari-hari, produk ini juga mulai direkomendasikan sebagai MPASI untuk bayi usia 1 tahun ke atas, bekal sekolah sehat, bahkan asupan tambahan bagi ibu hamil dan menyusui. 
“Tujuan kami sederhana, B-Nike harus bisa bermanfaat bagi banyak orang, sekaligus mendukung program pemerintah dalam menekan stunting,” kata Yowan Moha. 

B-Nike Meraih Penghargaan Nasional

Pada 2024, perjalanan Yowan dan timnya mendapatkan pengakuan nasional. Menjadi salah satu Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024, penghargaan dari Astra untuk anak muda Indonesia yang menciptakan solusi nyata bagi masyarakat. 

Penghargaan ini bukan sekadar piagam seremonial. SATU Indonesia Awards adalah ajang bergengsi yang setiap tahun mencari anak-anak muda paling inspiratif dari Sabang sampai Merauke. 

Para penerimanya merupakan pejuang perubahan karena mereka tidak hanya punya ide, tapi benar-benar terjun langsung memberi dampak nyata di masyarakat. 

Mereka yang terpilih tidak hanya mendapatkan apresiasi, tetapi juga dukungan dana dan jaringan luas agar gerakan mereka bisa berkembang lebih besar. 

Dengan menerima penghargaan ini, Yowan secara resmi bergabung dalam barisan anak muda Indonesia yang diakui kontribusinya secara nasional.

Namun penghargaan yang diterimanya tentu bukan akhir dari perjuangan. Sebaliknya, itu menjadi bahan bakar baru. Sebab Yowan sadar, perjuangan melawan stunting bukan hanya soal membuat produk melainkan soal membangun kebiasaan makan yang lebih baik sejak dini. 

Penutup

Siapa sangka ikan nike yang dulu hanya dianggap lauk musiman kini menjelma jadi senjata baru dalam melawan stunting. 

Lewat B-Nike, asupan bergizi nggak lagi datang dari piring besar atau aturan yang rumit, tapi lewat camilan kecil yang justru disukai anak-anak. Tanpa paksaan, tanpa drama, hanya gigitan ringan yang pelan-pelan menanam harapan.

Lewat inovasi Yowan Moha, biskuit ikan nike ini jadi bukti bahwa pencegahan stunting bisa dimulai dari sesuatu yang sederhana. Lewat inovasi Yowan Moha, biskuit ikan nike ini jadi bukti bahwa upaya mencegah stunting bisa berawal dari sesuatu yang sederhana.

Wajar rasanya jika langkah kecil itu akhirnya mendapat apresiasi besar dan mengantarkan Yowan menjadi salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2024. Langkah Yowan Moha ini mengajarkan bahwa kebaikan sekecil apa pun bisa meninggalkan jejak besar bagi generasi mendatang.

Catatan Kecil
Catatan Kecil Welcome to Catcil. Blog yang berisi kumpulan catatan kecil. Memuat berbagai tips, informasi, opini dan ulasan. Email : myseomine@gmail.com

Posting Komentar