B-Nike, Ketika Ikan Nike Disulap Jadi Senjata Melawan Stunting di Gorontalo
| Gambar : @biskuitnike |
Bukan untuk berlibur atau menikmati matahari terbit, melainkan untuk menyambut tamu tahunan yang sangat dinantikan yaitu ikan nike.
Setiap kali musimnya tiba, ikan nike muncul dalam jumlah luar biasa banyaknya. Tubuhnya bening keperakan, dan gerombolannya tampak seperti butiran perak yang bergerak bersinar di bawah air.
Bentuknya mungil mirip teri. Namun jangan tertipu! Walau ukurannya tak lebih besar dari jari kelingking, dibalik tubuh kecilnya itu ikan nike menyimpan gizi yang luar biasa.
Dalam keadaan fresh, tubuhnya mengandung sekitar 70 persen air, 16 persen protein, plus kalsium, fosfor, zinc, hingga zat besi. Semua nutrisi yang sangat dibutuhkan anak-anak untuk tumbuh kuat dan cerdas.
Sayangnya, dibalik keceriaan itu, ada ironi besar yang tak terlihat oleh mata telanjang. Sebab di tanah yang memiliki sumber protein melimpah seperti ini, angka stunting ternyata masih tinggi.
Ironi di Tengah Kelimpahan Gizi
Pemerintah menargetkan angka itu turun menjadi 14 persen pada 2024, namun beberapa daerah masih tertinggal dalam upaya ini. Salah satunya Provinsi Gorontalo, yang dalam beberapa tahun terakhir angka stuntingnya tercatat di atas 25 % di beberapa kabupaten.
Stunting bukan sekadar istilah medis melainkan kondisi di mana anak gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Dampaknya bukan hanya tubuh yang lebih pendek dari seharusnya. Anak yang mengalami stunting juga berisiko memiliki daya tahan tubuh lemah, keterlambatan perkembangan kognitif, hingga turunnya kemampuan belajar dan produktivitas di masa depan.
Dengan kata lain, stunting bukan hanya menghambat pertumbuhan tubuh tetapi juga bisa memutus masa depan generasi.
Pertanyaan besar yang muncul kemudian. Bagaimana mungkin daerah yang kaya sumber pangan bergizi seperti Gorontalo masih menghadapi masalah kekurangan gizi?
Keresahan yang Melahirkan Inovasi
Pertanyaan itulah yang terus menghantui pikiran Yowan Moha, seorang mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG).“Ikan nike di sini melimpah tapi kenapa masih banyak anak yang kekurangan gizi?” batinnya.Yowan tahu masalahnya bukan pada ketersediaan makanan, melainkan akses dan bentuknya. Tidak semua anak bisa mengonsumsi ikan nike dalam bentuk utuh.
Balita sering kesulitan mengunyah tulangnya yang kecil. Anak-anak usia dini kadang menolak karena aroma ikan terasa terlalu kuat. Sementara para ibu tidak selalu punya waktu untuk mengolah nike menjadi masakan rumahan.
Maka Yowan dan lima rekannya dari berbagai jurusan, mulai dari keperawatan, perikanan hingga manajemen merumuskan satu ide sederhana namun tak biasa, bagaimana jika ikan nike diubah menjadi biskuit?
Dari Ide Aneh Menjadi Produk Nyata
Dengan tekad itu, Yowan dan keempat kawannya yaitu Ramdan Hunowu, Ramdan Hipi, Junus Buhari Hafid, Widya Puspa Molou, mengajukan proposal ke Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2021.
B-Nike, Bukan Sekadar Tugas Kampus
“Tujuan kami sederhana, B-Nike harus bisa bermanfaat bagi banyak orang, sekaligus mendukung program pemerintah dalam menekan stunting,” kata Yowan Moha.
B-Nike Meraih Penghargaan Nasional
Penutup
Siapa sangka ikan nike yang dulu hanya dianggap lauk musiman kini menjelma jadi senjata baru dalam melawan stunting.
Lewat B-Nike, asupan bergizi nggak lagi datang dari piring besar atau aturan yang rumit, tapi lewat camilan kecil yang justru disukai anak-anak. Tanpa paksaan, tanpa drama, hanya gigitan ringan yang pelan-pelan menanam harapan.
Lewat inovasi Yowan Moha, biskuit ikan nike ini jadi bukti bahwa pencegahan stunting bisa dimulai dari sesuatu yang sederhana. Lewat inovasi Yowan Moha, biskuit ikan nike ini jadi bukti bahwa upaya mencegah stunting bisa berawal dari sesuatu yang sederhana.
Wajar rasanya jika langkah kecil itu akhirnya mendapat apresiasi besar dan mengantarkan Yowan menjadi salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2024. Langkah Yowan Moha ini mengajarkan bahwa kebaikan sekecil apa pun bisa meninggalkan jejak besar bagi generasi mendatang.
Posting Komentar